Mimi: Pengalaman Persalinan Normal dengan Didrip Atau Induksi

2 dari 7 orang teman dan saudara yang dimintai pendapat tentang pilihan persalinan normal dengan didrip atau induksi vs persalinan dengan SC memilih cara drip untuk melahirkan dengan normal. Lainnya menyarankan SC langsung daripada harus bersusah payah melahirkan dengan didrip yang risikonya sama. Membingungkan. Apalagi semua punya alasan masing-masing yang masuk akal.

Pertama usia Mimi sudah di 37, risikonya sangat tinggi untuk persalinan anak pertama dengan didrip. Semua anak mahal, kata kakak. Tapi sebanding dengan penantian selama bertahun-tahun. Kedua, didrip rasanya lebih sakit daripada SC yang cepat. Dengan risiko kontraksi yang dipercepat, memang kayaknya prosesnya mengerikan sangat.

Jalan keluar yang Mimi pilih sederhana, konsultasikan dulu pada dokter kandungannya kalau mengalami jalan buntu akan memilih yang mana. dr Novina SpOG siang kemarin sangat mudah dihubungi. Dengan pertimbangan yang sederhana pula seperti: Berat bayi yang diperkirakan under 3kg, dan konstruksi panggul Mimi yang lebar, persalinan dengan didrip tidak terlihat mengerikan. Prosesnya terasa masuk akal dengan perkiraan durasi waktu kontraksi 9-12 jam saja. Apalagi dengan keistimewaan tambahan, kalau Mimi nggak kuat tinggal lambaikan tangan untuk lanjut ke SC saja.

Mengingat teman di ruang sebelah, Gita namanya, dia mengalami kontraksi tak henti dari jam 11 siang hingga 12 siang besoknya, kayaknya durasi 9-12 jam itu jadi lebih singkat. Jam 12.30 perangkat drip atau induksi mulai dipasang di lengan kiri Mimi. Cuma sebotol ampul yang dipasang seperti infus aja kok. Sambil menanti kamar bersalin yang masih antri di RSIA Melati Husada, proses drip dimulai dari dosis terendah.

Jadi, menurut cerita mbak perawatnya, drip atau induksi tidak langsung disetel pada kecepatan tinggi. Ada yang bisa tahan, ada juga yang perlu dipancing dengan perlahan. Pada intinya cara kerja persalinan ini adalah mempercepat datangnya kontraksi dibandingkan kontraksi normal yang terjadi.

Mimi memulai tanpa ekspektasi. Disetel dengan 8 tetesan per menit nggak ada rasanya. Lalu jelang jam 3pm, Mimi kebelet pipis dan ternyata sudah ditunggu mbak perawat untuk masuk kamar bersalin. Di sana durasi ditambah menjadi 22 tetesan per menit. Mimi masih sempat hahahihe ngobrol dengan Mama yang menemani. Pipi sedang kembali bertugas dan standby dikabari saat drip mulai bereaksi. Jam 430pm Mimi mulai merasakan namanya kontraksi yang ditunggu dari kemarin bukaan 2. Rasanya kontraksi itu memang aduhai!

Dari mulai terasa seperti dilepen atau nyeri menstruasi di awal periode, hingga perut terasa diremet-remet pake buldozer. Untuk menipiskan bibir rahim bagian kanan, Mimi tidur menghadap kiri. Jam 5pm, bukaan 2 meningkat jadi 3 menuju 4. Ketika berada di bukaan 5, Mimi mulai merasakan sakit kontraksi yang tidak tertahankan dan berlangsung jauh lebih lama dari bukaan lainnya. Jam 8pm, Mimi diperiksa dalam namun salah satu bibir rahim masih tebal dan berbaring menghadap kanan. Saat itulah dunia mulai kehilangan indahnya buat Mimi. Melolong dan menjerit, menahan keinginan ngeden biar bibir rahim bisa segera menipis.

Apa daya, karena ada perasaan ingin pup, menahan ngeden itu jadi susah luar biasa. Di bukaan 5 itu juga saat kontraksi terjadi terasa ketuban seperti disedot selang dan makbyor keluar. Tiba-tiba semua berlangsung begitu cepat. Mimi sudah bilang menyerah dan hentikan dripnya sekarang juga. Dripnya sih dihentikan, tapi kontraksi alami yang sudah berhasil dipancing tidak berhenti. Namun anehnya karena ketuban sudah pecah, rasanya jadi lebih cepat. Tau-tau sudah bukaan 8, tau-tau sudah mendekati 10 dan Mimi sudah siap melaunching #BabyHattori.

Sayangnya karena sudah kehabisan tenaga, ada aja proses ngeden yang salah. Jam 8.30pm dr Novina SpOG tiba di TKP dan memulai proses persalinan dengan panduan yang jelas sekali. Ya tetep salah sih waktu ngeden dengan teriak. Entah berapa kali ngeden yang sudah Mimi lakukan. Jam 8.55pm, dr Novina memberi aba-aba terakhir untuk mengeluarkan badan #BabyHattori yang kepalanya sudah nongol duluan. Alhamdulillah, begitu proses itu selesai, hilang juga rasa sakit menahan ngeden di perut yang dimulai dari 9 jam yang lalu itu.

Jadi, dari pengalaman Mimi, persalinan dengan didrip atau induksi itu masih bisa dinalar prosesnya. Dia hanya memancing kontraksi alami, lalu tubuh akan menyesuaikan diri dengan proses kontraksi seperti biasanya. Masalah kekuatan tubuh itu kembali pada diri masing-masing. Nggak bisa disamakan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, konsultasikan dengan tepat kebutuhan persalinanmu sebelum memutuskan mana yang terbaik untuk dipilih. Kalau bisa alami tanpa bantuan apapun, ya why not. Banyak yang bisa. Kalau kondisi tidak memungkinkan, persalinan dengan SC juga tidak masalah.

Pikirkan apa yang terbaik untuk bayimu dan dirimu sendiri. Kita perempuan-perempuan kuat yang berhak memilih kok!

One thought on “Mimi: Pengalaman Persalinan Normal dengan Didrip Atau Induksi

Add yours

Leave a comment

Start a Blog at WordPress.com.

Up ↑